Oleh: Ria Bavaria – Aktivis Sosial Migran di Eropa
Yunani – Nasib tragis menimpa Adi, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang kini terbaring lemah akibat stroke setelah bekerja tanpa henti selama berbulan-bulan di salah satu perkebunan di Yunani. Ia dipaksa bekerja 14 jam sehari selama 7 hari dalam seminggu, tanpa mendapatkan 1 hari pun untuk libur.
Namun kisahnya bermula bukan dari agen resmi, melainkan dari media sosial TikTok.
Kronologi Lengkap: Dari TikTok, WhatsApp, hingga Stroke
Kasus ini bermula ketika Adi menemukan iklan kerja ke Eropa melalui akun TikTok yang mempromosikan pekerjaan mudah dan bergaji tinggi di Yunani. Komunikasi berlanjut lewat WhatsApp dengan seseorang yang mengaku sebagai “agen penempatan”. Melalui janji-janji manis dan bujukan cepat, Adi akhirnya menyetorkan sejumlah uang sebagai biaya keberangkatan.
Sayangnya, semua dilakukan tanpa sepengetahuan istrinya. Istri korban mengaku baru tahu bahwa Adi telah berangkat ke luar negeri saat ia sudah tiba di Yunani. Hingga berita ini diturunkan, identitas resmi PT atau agen yang memberangkatkan Adi tidak diketahui secara pasti.
Modus Baru: Masuk Yunani Lewat Serbia & Jalan Kaki 7 Hari
Berdasarkan penelusuran dan informasi para saksi, Adi diduga diberangkatkan melalui jalur tidak resmi. Ia masuk Eropa melalui Serbia menggunakan visa turis dengan modus sebagai “backpacker”. Dari sana, ia bersama rombongan migran lainnya berjalan kaki selama 7 hari tanpa tempat istirahat yang layak, melintasi perbatasan hingga akhirnya tiba di wilayah Yunani.
Setibanya di Yunani, mereka langsung dijemput oleh agen gelap dan ditempatkan bekerja di perkebunan-perkebunan lokal, termasuk tempat Adi bekerja. Di lokasi tersebut, ditemukan bahwa terdapat 20–30 PMI lainnya, yang juga berada dalam kondisi kerja yang sangat memprihatinkan.
Kelelahan Akut: Stroke dan Minimnya Perlindungan
Setelah lebih dari enam bulan bekerja tanpa libur, tubuh Adi mengalami kelelahan parah. Ia akhirnya kolaps dan mengalami stroke, lalu dilarikan oleh mandor ke Rumah Sakit Petra di Yunani. Sayangnya, hingga 30 hari menjalani perawatan, tidak ada pendampingan maksimal dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Yunani.
Istri korban kini kebingungan, tidak hanya karena suaminya kritis di negeri asing, tetapi juga karena tidak memiliki dokumen resmi ataupun informasi jelas tentang PT atau agen yang memberangkatkan suaminya.
Seruan dan Pelajaran untuk Calon PMI
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat Indonesia, khususnya yang tergiur bekerja ke luar negeri melalui media sosial atau jalur tak resmi.
Sebagai aktivis dan pengamat migran di Eropa, saya, Ria Bavaria, menyerukan agar masyarakat memahami tiga dasar utama sebelum menjadi PMI:
- Pastikan PT Penempatan terdaftar resmi di BP2MI.
- Pastikan ada job order resmi dan dokumen penempatan kerja di negara tujuan.
- Tandatangani kontrak kerja dan asuransi yang sah secara hukum sebelum keberangkatan.
Seruan Tindakan
Kami mendesak pihak KBRI di Yunani, BP2MI, dan Kementerian Luar Negeri RI untuk:
Segera melakukan investigasi lapangan di perkebunan-perkebunan Yunani tempat PMI bekerja.
Memberikan bantuan medis, hukum, dan logistik kepada korban.
Menindak tegas agen gelap dan jalur ilegal yang memperdagangkan manusia atas nama “pekerjaan di luar negeri”.
“Korban seperti Adi bukan satu-satunya. Di balik janji gaji besar, banyak anak bangsa diperlakukan seperti budak di negeri orang. Sudah saatnya negara hadir, sebelum lebih banyak korban berjatuhan.” *Ria Bavaria